Cinta Tidak Buta, Hanya Perlu Pemikiran Yang Sama

Cinta itu buta, kata siapa?

Cinta itu buta, iya, jika kamu tidak merasakan apa yang mereka cinta

Cinta itu buta, iya, kalau kamu tidak mau membuka mata dengan apa yang mereka cita

Cinta itu buta, iya, karena kamu tidak bisa memandang dengan terbuka dan mengartikan cinta yang sesungguhnya

Cinta itu tidak buta, hanya saja tidak semua orang memiliki arti yang sama tentang cinta

Cinta itu tidak buta, sayangnya tidak semua orang memiliki tujuan yang sama tentang cinta

Cinta itu tidak buta, namun masih saja ada yang menyamaratakan arti cinta orang lain dengan arti cintanya

Cinta itu buta, jika jatuh ke orang yang salah, yang tidak bisa menerima cinta

Cinta itu buta, saat setiap orang memandang dengan cara pandangnya saja

Cinta itu buta, apabila orang lain sudah tidak suka, dan semua menjadi percuma

Tapi apa iya cinta itu buta?

Tidak!

Cinta itu tidak buta, jika jatuh ke orang yang tepat

Cinta itu tidak buta, bila tujuan hidup mereka sama

Cinta itu tidak buta, manakala diantaranya saling menjaga

Cinta itu tidak buta, cobalah lihat mereka dari sudut pandang yang berbeda

#sajakasal di September 2021

Jangan Buat Aku Menutup Diri

Aku ini periang

Aku ini penyemangat

Aku ini senang bertukar pikiran

Aku ini senang berbincang-bincang

Aku ini senang mendengarkanmu bercerita

Tapi waktunya sudah berbeda

Aku punya jalan pikiranku sendiri

Dan kamu pun punya jalan pikiranmu sendiri

Apakah ini salah? Tentu tidak, wajar saja

Hanya saja perbedaan ini sulit disatukan tanpa keikhlasan

Kini aku mulai berbohong

Kini aku mulai menutup diri

Kini aku mulai enggan bercerita dan bertukar pikiran lagi

Kini aku lebih memilih untuk menyimpan apa yang aku rasakan, dan sulit untuk mengutarakannya lagi

Maaf, bukan karena aku tidak percaya kamu lagi

Hanya saja perbedaan pandangan kita membuatmu emosi

Dan sepertinya apa yang aku lakukan selalu salah dan tidak bisa ditoleransi

Apa iya harus jadi begini?

Aku, masih bisa mendengar kamu bercerita

Aku, masih bisa tersenyum dengan apa yang kamu bawa

Ya, aku masih berusaha membuatmu bahagia

Lalu bagaimana dengan bahagiaku?

Izinkan aku mengukir sendiri apa yang membuatku bahagia

Tiada salahnya bukan?

Kamu cukup lihat saja, jika tidak mendukung ya itu pilihanmu, itu hakmu, namun biarkan aku memilih apa yang kurasa benar, meskipun itu salah bagimu, namun belum tentu salah bagiku

#sajakasal di September 2021

Aku Tak Ingin Hidup 1000 Tahun Lagi

Aku tak ingin hidup 1000 tahun lagi

1000 tahun lagi? Jadi apa aku saat itu? Apakah seorang nenek tua dan renta yang sudah pikun dan tak ingat apa-apa?

Aku hanya ingin bahagia, bahagia karena telah membahagiakanmu, bahagia karena bisa membahagiakan diriku sendiri

Aku tak ingin hidup 1000 tahun lagi

Sebab di 1000 tahun mendatang pasti sudah tidak ada kamu yang membesarkanku

Sebab di 1000 tahun lagi hanya ada cicit-cicitku yang mungkin tidak mengenalku

Sebab di 1000 tahun lagi aku belum tentu bisa membahagiakan diriku sendiri

Sebab di 1000 tahun lagi mungkin aku bisa saja hanya menjadi benalu

Aku ingin hidup secukupnya

Yang bisa menikmati setiap rasa

Yang bisa mensyukuri setiap perkara

Yang bisa memetik buah keehidupan dari setiap makna

Aku ingin hidupku bermakna

Setidaknya membuatku memiliki arti hidup yang sesungguhnya

Setidaknya bisa membuatku tertawa dan mengerti arti dari keindahan dan keburukan

Setidaknya membuatku belajar untuk selalu memperbaiki diriku dengan kapasitasnya

Aku ingin hidup secukupnya

Secukupnya dengan apa yang aku butuhkan

Secukupnya dengan apa yang aku cita-citakan

Secukupnya dengan apa yang aku mampu lakukan

Tanyakan padaku, apa tujuanku

Dengan itu, pasti kamu akan tersipu

Sebab jalan yang kupilih bukan tanpa tuju

Selain untuk membahagiakanku, tentu untuk berterima kasih kepadamu

#sajakasal di September 2021

Aku? Ya Aku!

Aku, ya tetaplah aku

Aku membiarkanmu bahagia, jadi jangan membatasi juga kebahagiannku. Karena bahagiaku berbeda dengan bahagiamu

Mengapa kamu berpikir bahwa kebahagiaan kita sama?

Mengapa kamu berpikir kalau apa yang kamu rasa juga pasti aku rasa?

Mengapa kamu berpikir jika kamu mau A maka aku harus jadi A

Tidak, aku tidak mau itu, aku bukan mau itu

Aku, ya tetaplah aku

Aku ingin kamu tahu, bahwa aku ingin membahagiakanku, bahwa aku ingin membahagiakanmu, namun dengan caraku, bukan caramu

Bisakah kamu menerima perbedaan itu?

Bisakah kamu melihat sisi lain dari tujuanku?

Bisakah kamu berpikir dengan cara pandangku?

Cara pandangku yang sungguh sederhana

#sajakasal di Agustus 2021

Menghargai Waktu yang Kita Punya

Waktu, andai saja aku bisa memberhentikan, mempercepat, atau mengulang waktu. Mungkin saja semua orang berharap yang sama. Tapi mengapa waktu seolah menjadi musuh bagi kita? Terburu waktu, terkejar waktu, terbatas waktu, terkikis waktu.

Waktu, bisakah berdamai dengan dia?

Iya, dia, dia yang selalu mengaitkan waktu. Dia yang selalu membatasi waktu. Dia yang selalu menganggap waktu adalah sebuah keterbatasan. Sedangkan aku, tidak, aku sangat menikmati waktu. Sekalipun sudah sedikit waktuku, ya dinikmati saja, itulah namanya dinamika.

Waktu mengajarkan kita untuk tepat. Waktu mengajarkan kita untuk cepat. Waktu mengajarkan kita untuk lambat. Waktu mengajarkan kita untuk merapat. Tapi waktu juga bisa membuat kita tersesat.

Waktu, bagiku, ia adalah saat dimana aku harus bersyukur. Bersyukur telah berkejaran, bersyukur telah berusaha, bersyukur telah gagal, bersyukur telah berhasil, bersyukur sebab mengajarkanku banyak hal. Tanggung jawab, kedewasaan, keikhlasan, ketabahan, dan keajaiban.

Ya, keajaiban. Pernahkah kamu sadar bahwa terlalu banyak keajaiban yang telah datang karena waktu? Di akhir perjuanganmu, ada saja malaikat yang datang memberimu jawaban. Pernahkah kamu sadar bahwa waktu memberikanmu sebuah arti? Arti untuk menikmati. Menikmati setiap kejadian yang sedang kau jalani. Pernahkah kamu sadar bahwa waktu membuatmu semakin meninggi? Tinggi dan semakin tinggi, apapun itu, tingginya kebahagiaan, atau tingginya penderitaan. Itu semua tergantung dengan waktu.

Waktu adalah sebuah alur kehidupan. Naik, turun, cepat, lambat, salah, tepat, kurang, maupun cukup, waktulah sahabatmu. Berdamailah dengan waktu, sebab waktu tak punya niat jahat kepadamu.

#sajakasal di Agustus 2021

Ketika Aku Sendiri

Waktu seolah menjadi boomerang bagiku. Seharusnya kamu sudah begini, seharusnya kamu sudah begitu, seharusnya kamu seperti ini, seharusnya kamu seperti itu, seharusnya, seharusnya, dan seharusnya. Bisakah kita berhenti menggunakan pemilihan kata “seharusnya”.

Aku yakin setiap orang pasti membenci kata “seharusnya” ketika dia sedang berusaha yang terbaik menurutnya, namun tidak sesuai dengan keinginan orang lain. Kata itu seolah menjadi hakim yang menyatakan kalau kita ini bersalah, dan merekalah yang benar. Apa benar begitu?

Bisakah kata “seharusnya” diubah menjadi “aku mendukungmu”? ahh tentu banyak kedamaian tercipta dengan kata itu. Aku mendukungmu selagi kamu bahagia. Cukup itu saja. Mengapa kata “aku mendukungmu” justru sangat sulit untuk diucap? Hemmmm..

Yang pasti, aku mendukungmu dengan apa yang kamu rencanakan. Aku mendukungmu dengan apa yang kamu cita-citakan. Aku mendukungmu selagi kamu tahu apa risiko dari keputusan yang kamu ambil. Aku mendukungmu selama itu membuatmu bahagia.

Ya, bahagia. Sebab bahagiaku dan bahagiamu berbeda.

[Podcast] Ketika Aku Sendiri

#sajakasal di Agustus 2021