Betapa Sombong Itu Sungguh Tak Ada Gunanya!

2021 menjadi tahun yang penuh duka bagi beberapa orang di Indonesia. Kasus covid-19 melonjak pada Mei hingga Agustus. Tidak hanya itu, akhirnya aku pun mendapatkan giliran untuk disinggahi olehnya. Kabar baiknya, aku bisa selamat dan tidak terlalu menderita, mungkin saja akibat vaksin yang sudah kulakukan dengan lengkap, sehingga tubuhku memiliki antibodi untuk melawan virus yang sedang mematikan itu. Tapi, kesombongan itu bukan terletak pada kisahku itu.

2021 menjadi guru yang sangat berharga, terutama dari perjalanan orang lain, yang sebenarnya tidak ku kenal sama sekali. Saudara bukan, kerabat juga bukan, hanya beberapa orang pekerja ojek online saja. Ya, kali ini aku akan bercerita sedikit tentang beberapa ojek online yang kisahnya luar biasa.

Yang pertama, katakanlah Ibu Aa, tentu bukan nama sebenarnya. Menurutmu, apa yang membuatnya “terpaksa” menjadi ojek online?
Kejam rasanya jika ku sebut itu “terpaksa” namun itulah kenyataannya. Ibu Aa, adalah sosok perempuan tangguh yang sangat bertanggung jawab pada keluarganya. Ia tidak hanya berjuang menghidupi anak-anaknya, namun juga suaminya yang sedang sakit. Sebelumnya, Ibu Aa tinggal di rumah yang cukup besar dengan aset 4 mobil. Setidaknya itu yang ia punya sebelum akhirnya api melahap rumah dan asetnya hingga tak bersisa. Sial, mungkin saja ia tak mengasuransikan aset-asetnya. Hingga akhirnya sang suamipun depresi dan jatuh sakit, stroke, hingga tak bisa lagi mencari nafkah. Semangat perjuangannya pun muncul untuk membahagiakan ke-4 anaknya yang masih sekolah, dan kini mereka semua tinggal di sebuah kontrakan untuk berlindung dari dinginnya malam. Seraya ia berkata, “saya percaya betul kalau rejeki itu Tuhan yang atur”. Ohh Ibu Aa, semangat berjuang ya Bu, upahmu besar di Surga.

Yang kedua, katakanlah Bapak Ba, yang juga bukan nama sebenarnya. Bisnisnya hancur, cicilannya banyak, anaknya 4, dan 2 berada di luar negeri. Entah dia bercerita atau tidak pada anaknya yang di luar negeri itu, aku sungkan untuk bertanya, dan ia memutuskan untuk menjadi ojek online, sebab sudah tidak ada lagi yang dapat ia kerjakan. “Mau jualan juga susah, Mba, jadi salah satu jalan keluarnya ya ngojek aja, meskipun pemasukannya tidak banyak, tapi bisa mencukupi kebutuhan kami sedikit demi sedikit”, sungguh aku sulit membedakan, apakah ini kalimat pasrah, kecewa, atau justru penyemangat dari dia.

Yang ketiga, katakanlah Bapak Ca, sudah pasti juga bukan nama sebenarnya. Bisnisnya pun hancur, hanya tinggal 1 rumah besar dan sebuah mobil saja yang ia miliki. Aku lupa berapa anak-anaknya, yang pasti 1 anak sedang berkuliah di Bandung dan uang jajan bulananannya biasanya Rp5juta. Sudah terbayangkah bagaimana keluarga ini adalah keluarga kaya sebelumnya? Sambil mengojek mobil, iya juga sambil memasarkan rumah yang ia huni saat ini, ingin dijual katanya, dan akan dijadikan modal usaha. Dia sudah berusaha untuk meminjam uang di bank untuk modal usaha, namun ternyata prosesnya tidak mudah, dan tidak memungkinkan katanya.

Ahh baru 3 kisah itu saja, nyaliku sudah ciut. eitsss masih ingin membaca ceritaku lagi? Kalau tidak, yasudah terima kasih ya sudah membaca 3 kisah di atas, semoga kamu senantiasa sehat dan bahagia, dan pastinya selalu dalam keadaan baik-baik saja. Kalau kamu ingin melanjutkan membaca, terima kasih juga, semoga kamupun senantiasa sehat dan bahagia, dan pastinya selalu dalam keadaan baik-baik saja.

Yang keempat, Bapak Da, dan ya sudah pasti itu bukan nama sebenarnya juga.
Aku: Pak, ordernya mau diambil gak?
Pak Da: Ya mau lah, Mba, masa enggak.
Aku: oke, Pak, ditunggu ya, terima kasih.
Pak Da: Siap, sama2, Mba, ditunggu ya, Mba, saya otw.
Setibanya ia di lokasi saya, saya berkata “maaf ya, Pak, tadi saya nanya gitu, habisnya saya sudah 3 kali di cancel”.
Dan Pak Da pun menjawab, “waduh, Mba, saya gak mau nolak rejeki, order itu susah di dapat, Mba, apalagi masa pandemi gini, justru saya bersyukur masih dapat order, Mba. Ini orderan saya kedua hari ini Mba, semoga saja setelah ini saya dapat order lagi” dan waktu menunjukkan pukul 09.00 WIB, masih pagi bagiku, tapi mungkin tidak bagi Pak Da.

Yang kelima, Ibu Ea, dan aku rasa kamu sudah tahu kalau itu bukan nama sebenarnya. Begini ceritanya, aku sedang berada di salah satu hotel mewah di Jakarta Selatan, dan saatnya memesan makan siang, akupun memilih untuk memesan makanan secara online.
Ibu Ea: Mba, lokasi saya jauh banget dan saya pakai sepeda, Mba mau nunggu?
Aku: Kalau Ibu mau ambil orderannya, saya tunggu, kalau gak mau diambil ordernya, kabari saja, Bu.
Ibu Ea: Iya, Mba, saya mau, tunggu ya, saya agak lama, tapi orderannya sudah di proses oleh restonya.
Setelahnya memang tidak ada percakapan intim tentang mengapa Ibu Ea memilih bekerja begitu, namun aku yakin, tanpa perlu ditanya lagi, yang pasti Ibu Ea memiliki semangat yang luar biasa. Bayangkan, lokasinya berada jauh dari resto, dan makanan yang ku pesan cukup banyak, atau mungkin saja akan berat jika ia bawa menggunakan sepeda, belum lagi ia harus mengantar ke lobby hotel tempatku berada. Baik, terima kasih ya, Bu Ea, semangatmu sepertinya menular kepadaku.

Dan masih banyak lagi cerita-cerita lain yang terjadi antara aku dan pekerja ojek online yang terjadi di 2021. Ada lagi yang terkena pemutusan hubungan kerja, ada juga yang kontraknya tidak diperpanjang, ada pula lulusan sarjana yang baru lulus namun tidak jua diterima-terima kerja. Bahkan ada juga ojek online X menyambi sebagai ojek online Y juga. Ohh ada juga yang sambil berjualan rempeyek buatan sang istri tercina. Wahhh, aku tak bisa membayangkan bagaimana sulit mengatur pembagian waktu, penerimaan order, dan pengisian performa dia di masing-masing aplikasi ojek onlinenya.

Ohh my God, 2021 ini sungguh luar biasa. Hingga aku sampai pada titik untuk berpikir, sombong itu sungguh tak ada gunanya. Sombong itu sungguh tidak ada gunanya! Sombong itu, sungguh, tak ada gunanya!