Ceritaku

Fungsinya Kamu Ada

Cinta itu buta, ahh tidak, aku tidak buta.
Cinta itu fana, ihh tidak, aku tidak fana.
Cinta itu palsu, ohh tidak, aku tidak palsu.

Orang lain bisa buta karena cinta. Tapi aku, tidak. Cinta itu penuh dengan akal, perasaan, dan logika. Kita tidak akan hidup hanya dengan cinta. Cinta juga butuh faktor penunjang lainnya yang akan membuat rasa semakin bersama.

Akalku terus mengejar mimpi yang ingin ku gapai bersamamu. Cara dan rasa akan berpadu, menyatu, dan membuat api semangat di hati menjadi semakin menyala. Hingga tenagaku terus melaju tanpa lelah untuk mengejar apa itu cinta.

Gejolak di hatipun semakin membara. Senang, sedih, bahagia, kecewa, pernah ada di dalamnya. Ku rajut semuanya menjadi pondasi yang semakin kokoh, dan akan kutambahkan beberapa warna lagi di setiap harinya, agar semakin berwarna.

Apakah akan ada warna hitam? Tentu, sebab tanpa hitam, kita tidak akan tahu apa itu putih. Sebab pula jika hanya satu warna, apa indahnya? Hitam itu bukan kelabu, dan putih tidak selalu suci. Jadi untuk apa kita khawatir?

Rasaku memang tidak selalu bersemi, kadang ada pula musim gugur. Hatiku pun tidak selalu pasang, ada pula saatnya untuk surut. Tapi itulah fungsinya kamu. Kamu yang membantuku untuk bangkit saat berguguran, kamu pula yang menahanku agar tidak berlebihan saat bersemi. Kamu yang melambaikan tangan padaku ketika surutku mulai muncul, dan kamu yang menyapaku ketika ku sedang pasang. Semua sesuai dengan porsinya, seperti sudah diatur oleh sang Pencipta.

Kini, aku sedang tidak ingin diganggu. Aku hanya ingin bersamamu, menemukan bahagia di sisa waktuku.

[Podcast] Fungsinya Kamu Ada

#sajakasal di Maret 2021

Apakah Kita Saling Kenal?

People come and go. Setiap orang akan datang dan pergi dengan caranya masing-masing. Mungkin saja, itu salah satu hal yang kadang kita lupakan, bisa saja karena tidak saling kenal, atau bisa jadi karena terbiasa bersama.

Seseorang hadir di dalam kehidupan orang lain adalah hal yang wajar. Wajar sekali, dan setiap orang akan berusaha untuk mempertahankannya. Sayangnya, disaat lengah, seseorang bisa pergi tanpa kita sadari.

Lengah bukan berarti kita payah. Terkadang lengah sengaja Tuhan ciptakan agar kita tidak menyaksikan betul sakitnya kepergian itu. Menurutku, lengah itu sebagian dari takdir, yang mana meskipun selalu diwaspadai, tetap saja akan terjadi.

Seperti saat ini, kamu lengah dengan tujuanmu dan terbujuk ambisimu. Apakah ambisimu itu baik? Ya, aku yakin itu bertujuan baik. Namun apakah ambisimu membuat kita bahagia? Atau setidaknya, apakah itu membuatmu bahagia? Lagi-lagi, hanya kamu yang tahu jawabannya. Sebab aku saat ini hanya bagaikan penonton di depan panggung yang sedang kau lakoni. Bisa melihat, namun tak bisa menginterupsi. Sekalipun aku menginterupsi, apa pedulimu? Kaulah peran utamanya, dan kau berhak dengan apa yang ingin kau lakukan. Lalu, bagaimana denganku?

Ya, selayaknya selebriti, kamu merasa peranmu ini sangat penting, dan semua orang akan menyukainya. Tapi, lagi-lagi, itu hanya anggapanmu. Seorang selebriti terkenalpun pasti memiliki penonton yang tidak menyukainya. Mungkin saja, itu aku. Sayangnya, sekarang aku seperti penonton bayaran. Yang akan selalu tersenyum dan memberikan pujian serta tepuk tangan dari peran yang kamu mainkan, iya, peran yang sedang aku tonton. Aku akan terus terlihat puas dengan sandiwaramu selama aku menjadi penonton bayaran. Dan kau terus saja berusaha berakting semaksimal mungkin demi menyenangkan para penontonmu. Padahal, jiwamu bukan di situ.

Aku, ingin sekali menjadi hatersmu. Mengapa? Sebab aku bisa bebas mengkritikmu. Tapi apa aku bisa? Tentu tidak, banyak orang yang akan mencibirku. Penggemarmu, rekanmu, rekanku mungkin, bahkan juga keluargamu. Ya, keluargamu, sebab aku pun berperan sebagai salah satu dari keluargamu.

Aku mengenalmu, tapi kamu sedang tak mengenalku. Ya, mungkin karena peranku saat ini hanya sebagai penonton saja. Jadi, apa yang harus aku lakukan? Membiarkanmu terpuruk dalam peran yang tak ingin kau mainkan, atau menjadi pembencimu yang siap mengkritikmu kapan saja?

Eitsss tunggu dulu! Apakah benar kamu mengenalku? Atau apakah benar aku mengenalmu? Atau mungkin kita harus berkenalan lagi?

[Podcast] Apakah Kita Saling Kenal?

#sajakasal di Maret 2021

Jangan Langsung Tidur!

Nah, ini dia masalahnya. Kadang kalau udah capek banget, kita sering ketiduran, ya gak? Tapi sebaiknya, sebelum tidur, yuk rawat dulu tubuh kamu 🙂

Sebelum tidur, ada 5 ritual khusus yang akan aku lakukan, yaitu:

1. Cuci Muka
Nah yang ini jadi wajib banget deh! Mau beraktivitas banyak maupun sedikit, debu atau minyak pasti nempel di wajah. Jadi supaya meminimalisir pertumbuhan jerawat, aku pasti bersihin wajah dong. Aku sudah cocok banget sama Facial Foam Sariayu yang anti jerawat ini. Dipakainya enak, lembut, dan gak panas di wajah.

2. Sikat Gigi
Dulu sih aku jorok, sikat giginya kalau mandi aja, hehe. Tapi ritual sikat gigi sebelum tidur ini, sekarang jadi kebiasaan yang gak bisa ditinggalkan. Baiknya sikat gigi malam sebelum tidur itu, paling gak memperkecil risiko gigi rusak akibat sisa makanan dan bakteri jahat. Bagusnya, warna gigi akan tetap putih alami, dan gak terlalu sensitif kalau mengkonsumsi makanan ataupun minuman panas atau dingin.

3. Serum Wajah
Sebelumnya sempat panik karena udah mulai muncul kerutan dan sedikit flek hitam di wajahku. Ehh ada temanku yang infoin kalau serum wajah dari Natur ini bagus, dan akhirnya ku coba. Betul banget! Aku langsung cocok. Sekarang flek-flek hitamnya mulai berkurang, kerutan pun mulai menipis, dan kulit wajahku jadi kenyal dan lembab.

4. Lotion Kaki
Aku sayang banget sama telapak kakiku. Meskipun sering nyeker dan dibawa jalan jauh, tapi keindahannya pasti aku jaga. Caranya gampang, Guys. Pertama, yang pasti aku pakai lotion khusus di telapak kaki, biasanya sih aku pakai lotion baby, tapi lotion yang biasa kamu pakai untuk kulitmu sehari-hari juga bisa kok. Kedua, aku tidur pakai kaos kaki! Ini wajib aku kenakan, dan mungkin karena ini kebiasaan dari aku kecil kali ya.

5. Vaseline
Lho kok ada vaseline? hehehehe..
Jadi, kata nyokap, vaseline ini bisa memperpanjang bulu mata. Dulu bulu mata nyokap tipis, tapi semenjak nyokap sering pakai vaseline, jadi lebih panjang lho bulu matanya. Nah, aku coba pakai juga deh. Tapi berhubung bulu mataku sudah panjang dan lebat, jadi gak terlalu terlihat perubahannya. Cuma, semenjak pakai vaseline ini bulu mataku terlihat jadi lebih indah aja gitu.. Ditambah lagi si vaseline ini aku pakai juga untuk pelembab bibir pas tidur. Jadi pas bangun tidur bibirku gak kering.

Tapi, aku punya masalah lain. Pola tidurku kurang baik. Jadi biasanya aku terpaksa pakai penutup mata saat tidur. Dulu sebelum pakai vaseline, biasanya aku menggunakan buff untuk penutup mata. Tapi semenjak pakai vaseline untuk bulu mata, aku jadi pakai penutup mata yang bentuknya seperti bra.

Banyak yang mengira kalau penutup mata ini  adalah sebuah bra, hehehe bukan dong. Bentuknya memang hampir sama, ada cembungannya, namun fungsinya berbeda. Aku memilih penutup mata model begini agar aku tetap bisa menggunakan vaseline dan si vaseline ini tidak menempel di tempat-tempat lain. Jadi, cembungan penutup mata ini memberikan ruang bagi bola dan bulu mataku. Dengan kata lain, si penutup mata tidak langsung menempel ke kelopak mata, melainkan ada sedikit jarak. Menolong banget deh penutup mata ini!

Nah, 5 hal tersebut aku lakukan sebagai bentuk bahwa aku mencintai diriku sendiri ya! Untuk aku, bukan untuk orang lain. Setiap orang pasti memiliki cara tersendiri untuk mencintai tubuhnya. Kalau kamu, gimana caramu mencintai tubuhmu?

Mulai Bosan Bermain Media Sosial

Bosan di sini bukan yang lantas tidak mau memiliki media sosial dan tidak mengupdate media sosial ya. Hanya saja waktunya yang dikurangi.

Mulai dari pekerjaanku yang kedua, di Hukumonline, di Diamond, di ICJR, maupun di KSI (ICJR Learning Hub), selalu berhubungan dengan media sosial. Apalagi sekarang, sudah menjadi tugasku untuk benar-benar memerhatikan sosial media perusahaan ini. Baik soal editorial plan, content promotion, scheduling, memastikan penayangan, analyticnya, bahkan kadang mengurusi soal customer servicenya.

Tak hanya itu, ada beberapa akun social media lain yang juga saya kelola. Salah satunya ICJR Learning Hub (fan page, twitter, instagram, dan linkedin), dan jalanlah.id (fan page, twitter, dan instagram). Mungkin hal itu yang membuatku justru kurang memerhatikan akun social media milik pribadiku. Bahkan kadang suka berpikir, apa tutup akun saja ya? Hehe bercanda.

Malasnya lagi, ada orang-orang yang ternyata sangat “kepo” dengan kehidupan saya. Entah karena dia menyukai saya, atau membenci saya. Sehingga saya memutuskan untuk mengunci social media milik saya. Padahal saya sangat membenci hal itu.

Jadi teringat dulu saya pernah berkata pada teman saya yang mengunci social media miliknya, seperti ini “social media itu untuk umum, social, namanya juga social, ngapain dikunci? Kalau di kunci namanya private media, wkwkwk” sontak sayapun tertawa. Dan sekarang saya menjilat ludah saya sendiri hahaha.

Saya memutuskan untuk mengunci salah satu akun social media saya, instagram, dan memilih untuk memperkecil lingkup pertemanan yang saya miliki. Mengapa? Karena ternyata saya butuh ruang private. Jadi untuk rekan-rekan yang memfollow saya namun tidak saya follow back, maafkan saya ya, mungkin saya tidak “ngeh”, karena memang saya tidak terlalu memerhatikan akun social media milik saya pribadi, dan justru lebih memerhatikan akun social media lain yang saya kelola. Eitsss, tenang, bukan fake account untuk stalking kok hehe..

Kotoran Kucingku Mengganggu

Soal memelihara kucing. Sebenarnya kucing yang ada di rumah saya tidak sengaja kami rawat. Kami di rumah hanya memberi makan kucing yang datang. Alasannya sederhana, banyak orang berbondong-bondong membeli kucing dengan harga ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Sedangkan bagaimana dengan nasib kucing domestik?

Ya, saya menyebutnya dengan sebutan kucing domestik. Kucing yang saya maksud adalah kucing liar yang tidak bertuan, yang beranak-pinak dengan sendirinya, yang tidak memiliki pemilik yang rutin memberinya makan, yang mencari makanan di kumpulan sampah. Hati saya tergerak untuk membantunya mengisi perutnya yang kosong.

Hingga akhirnya kucing-kucing ini menganggap kami di rumah adalah tuannya. Mereka selalu kembali ke rumah, tidur di depan atau di belakang rumah, mengantar kami jika ke warung, dan kami pun memberikan mereka nama satu-persatu.

Hingga ada seorang tetangga saya merasa terganggu, sebut saja Joko.

Joko: “Cha, saya mau minta tolong dong”

Saya: “Ohya, apa tuh?” jawab saya dengan penuh senyuman

Joko: “Coba deh kamu lihat tuh sekeliling banyak banget tai kucing”

Saya: “Ohiya nanti dibersihin sama kakek” kebetulan kakek saya memang terbiasa untuk membersikan kotoran kucing yang ada di sekitaran rumah

Maklum saja, saat ini ada seekor kucing yang baru saja beranak, dan bayi-bayi kucing ini masih suka buang kotoran sembarangan. Ya namanya juga bayi kucing, jadi belum bisa diajarkan untuk buang air dimana.

Joko: “Bukan masalah bersihin, coba kamu lihat tuh (kotoran kucing)”

Saya: “Iya, nanti dibersihkan sama kakek ya”

Joko: “Bukan begitu, kan kasihan orang yang ngontrak disini (kebetulan ini juragan kontrakan) mau complain gak berani”

Saya: “Iya nanti dibersihin ya”

Joko: “Lagian kamu punya kucing tuh jangan di tambah-tambahin dong”

Awalnya memang saya merasa bersalah karena memang kotoran kucing itu mengganggu, dan saya terima-terima saja di tegur. Tapi kok pas dia bilang “punya kucing jangan di tambah-tambahin” saya merasa geli ya.

Saya sudah menyediakan pasir kucing untuk kucing-kucing saya buang air. Bahkan ada beberapa dari kucing saya ini yang akan pergi mencari kebun kosong untuk buang air, kebetulan di belakang rumah saya masih ada kebun kosong. Kotoran kucing yang sekarang ada, itu adalah hasil dari bayi-bayi kucing yang belum bisa diajak untuk berdisplin. Hemmmm baiklah sepertinya saya habis melakukan suatu kesalahan hingga orang tersebut sensi dan menegur saya.

Salah saya? Iya mungkin ada faktor kelalaian yang saya lakukan. Tapi jujur saja saya agak merasa gimanaaaaaa gitu. Dulu waktu orang ini memelihara bebek atau angsa, dan kotorannya menclok di halaman depan atau belakang rumah saya, kami hanya diam saja dan membersihkan dengan ikhlas hati. Karena apa? Karena kami berpikir ya namanya juga binatang, wajar saja kalau mereka buang kotoran sembarangan. Dalam hati saya, “ohh mungkin dia sedang lupa” wkwkwk.

Gimana Rasanya Bertemu dengan Orang “Tahu Beres”?

Saat ini pekerjaan sampingan saya adalah sebagai tutor online di salah satu universitas di Jakarta. Tutor online sebenarnya sama saja seperti seorang dosen, hanya saja belajarnya via online dan tidak tatap muka. Banyak dosen-dosen dari berbagai universitas di Indonesia yang turut terlibat dalam kegiatan tuton online ini. Hingga suatu kesempatan, beberapa dari kami dikumpulkan untuk mengerjakan misi tertentu.

Disana saya bertemu dengan banyak dosen-dosen hebat. Sampai pada seseorang mengajak saya berbincang, sebut saja Joko.

Joko: “Ngajar dimana, Kak?”

Saya: “Ohh saya gak ngajar di kampus, Mas”

Joko: “Ohh berarti Kakak ngapain dong (kesehariannya)?”

Saya: “Saya kerja di NGO (non government organization)”

Joko: “Wahh bagus tuh NGO, saya boleh ikut risetnya gak, Kak?”

Saya: “Riset tentang apa dulu, Mas?”

Joko: “Saya ingin riset yang menyangkut pedalaman”

Saya: “Iya, tentang apa?”

Joko: “Ya tentang pedalaman gitu, yang kurang terjamah oleh masyarakat umum”

Saya: “Bukan, maksud saya tentang apa? Hukum kah? Kesehatan kah? Pendidikan kah? Atau apa?”

Joko: “Apa saja, yang penting di pedalaman”

Saya: “Ohh banyak memang NGO yang menyasar ke pedalaman, tapi tiap-tiap NGO konsentrasinya berbeda-beda”

Joko: “Maksudnya? Memang ada apa saja?” dia nampak heran

Saya: “Ya banyak banget, Mas maunya di konsentrasi mana?”

Joko: “Wah saya gak ngerti tuh, kalau kamu memang konsentrasinya apa?”

Saya: “Kalau NGO tempat saya bekerja fokus mengurusi hukum, khususnya soal perkembangan hukum pidana dan hak asasi manusia”

Joko: “Ohh gitu ya, terus saya bisa ikutan?”

Saya: “Kurang tahu, memang kamu mau melakukan apa dan apa fokus kamu?”

Joko: “Ya saya ingin riset yang membahas soal pedalaman itu, Kak”

Saya: “Maksudnya?” sekarang saya yang nampak heran

Joko: “Atau gini, bisa gak nama saya ikut dicantumkan di riset kamu?”

Saya: “Maksudnya bagaimana?”

Joko: “Iya, saya ikut riset di NGO kamu, apa saja, nanti nama saya dicantumkan saja”

Saya: “Ohhh cuma numpang nama maksudnya?”

Joko: “Iya”

Baiklah, akhirnya saya bertemu dengan orang yang mau tahu beres saja, rasanya ingin saya maki dengan penuh cacian. Mikir woy! Lu kira riset gampang! Akhirnya saya menutup pembicaraan dengan menjawab:

“Maaf ya, Mas, gak bisa, karena rekan-rekan saya riset itu mikirnya susah, dan NGO saya membahas khusus soal perkembangan hukum pidana, saya rasa gak akan cocok dengan background kamu. Sebaiknya kamu coba cari NGO lain, coba buka website NGO ini, ini, dan ini, dan coba saja ajukan kerjasama untuk riset”

Hemmmm masih ada saja orang berpendidikan yang maunya mencari jalan pintas.

Semua Orang Menginginkan Lahan Basah?

Saya terbiasa melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang saya inginkan. Misalnya, cita-cita saya adalah menjadi seorang dosen honorer, iya hanya honorer saja, saya belum memiliki keinginan untuk menjadi dosen tetap di salah satu universitas. Untuk menjadi seorang dosen, saya harus memiliki pendidikan minimal strata 2, atau lulusan magister, dan saya mewujudkan itu. Meskipun hingga saat ini saya belum menjadi dosen yang mengajar langsung di kelas, karena hingga saat ini saya masih mengajar via online saja.

Sifat saya yang seperti itu mungkin kurang baik, dan itulah yang menyebabkan saya belum juga mendaftarkan diri dan mengikuti seleksi CPNS. Dimana banyak orang-orang seumuran saya yang mengikuti tes CPNS, saya belum tertarik. Mengapa? Karena tidak ada tujuan yang ingin saya capai di situ. Kembali lagi dengan sifat saya yang bergerak untuk mendapatkan sesuatu.

Hingga pada suatu hari saya bertemu dengan rekan saya, dan dia menanyakan mengapa saya belum juga mendaftar sebagai calon pegawai negeri sipil? Dan ketika saya bertanya, mengapa kamu mendaftar, dia tak memiliki alasan yang menurut saya berbobot. Dan ketika saya bertanya, kementerian apa yang kamu inginkan? Dia menjawab kementerian X, mengapa? Karena kementerian ini lahannya sangat basah. Wowwww serentak dalam hati saya langsung membenci dia.

Tahukah kamu, terkadang seseorang menginingkan sesuatu hanya untuk terlihat keren, tanpa tahu tujuan apa yang ingin di capai. Seketika hati saya merasa sedih. Apakah hampir rata-rata pelamar CPNS mempunyai tujuan yang sama? Semoga tidak, iya saya yakin tidak semua orang seperti rekan saya itu.

Ibu saya adalah seorang PNS di salah satu kementerian pendidikan. Zaman dia melamar dulu, orang-orang banyak yang tidak mau menginginkan posisi itu. Mengapa? Karena dulu pendapatan seorang PNS sangatlah kecil, bahkan ibu saya pernah merasakan gaji yang tidak masuk di akal, kecil sekali. Dan sekarang, tentunya ibu saya menginginkan saya pula menjadi seorang PNS. Jujur saja saya tidak suka dengan system kompetisi yang sangat heboh seperti itu.

Nenek saya bertanya, “kenapa sih kamu gak ikut seleksi CPNS?” dan saya pun menjawab “Nek, aku udah punya kerjaan, dan kasihan orang-orang yang melamar CPNS itu ribuan, dan belum tentu semuanya keterima. Aku hanya mencoba mensyukuri apa yang aku punya saat ini, dan memberikan kesempatan kepada orang lain yang ingin menjadi CPNS, karena bisa saja diantara orang-orang itu masih ada yang belum mendapatkan pekerjaan” ekhemm sok bijak tapi bodoh hahaha.

Sebenarnya ada satu kementerian yang saya inginkan jika melamar CPNS nanti, yaitu Basarnas. Mengapa? Karena kembali lagi ke prinsip saya yang ingin “mendapatkan sesuatu”, dan saya rasa saya akan mendapatkannya di bagian itu. Saya bisa menyalurkan hobi saya mengunjungi tempat-tempat terpencil, berkegiatan sosial, dan bekerja mendapatkan gaji. Hehehe mimpi dulu boleh ya. Tapi kapankah saya akan mendaftar CPNS? Nanti saja kalau niat saya memang sudah benar-benar bulat, dan saya memiliki tujuan untuk mencapai sesuatu.

Lalu ada yang menyahut, “kamu kira tes CPNS gampang, sekali coba akan langsung diterima?” jawabku “ya kalau tidak diterima itu namanya gak jodoh, berarti bukan disitu rejekinya” simple kan..

2019, Semangat Abu dan Kenangan Kelabu

Akhir tahun ini di tutup dengan agenda naik gunung. Ya, pasti akan ku ceritakan nanti, tunggu saja ya.

Berbalik ke beberapa moment di tahun ini.

1. Kekasihku tak kunjung mendapatkan pekerjaan baru
Usai kontrak projeknya habis di salah satu BUMN, dia memang sempat bekerja di salah satu bengkel. Bukan jadi montir, sepertinya dia kurang ahli di situ. Tapi sebagai finance. Hampir setahun dia tidak bekerja dan sepertinya dia mulai putus asa dan tidak percaya diri. Namun tidak denganku. Aku percaya beberapa hal. Pertama, bahwa rejeki setiap orang tidak akan tertukar. Kedua, setiap orang pasti mengalami ujian. Dan ketiga, hidup seperti roda yang berputar. Dan aku berharap ketiga pemahamanku ini mampu menguatkannya. Syukurlah sekarang dia sudah aktif kembali bekerja dan mendapatkan rekan kerja yang sangat baik.

2. Ayahku meninggal
Kejadian yang sangat membuatku terpuruk, dan aku terpaksa harus kuat. Mengapa? Ibu dan adikku tidak terlihat sekuat itu. Ketika ayahku meninggal, mereka begitu lemas, ya aku memakluminya, dan disinlah peranku untuk terlihat kuat dan menguatkan mereka. Bukannya tak sedih, tapi berusaha untuk tetap tabah dan memberikan semangat pada orang-orang yang ku sayangi.

3. Dompetku goyah
Bekerja di perusahaaan yang sangat besar membuat pendapatanku pun bertambah besar. Tapi itu ku tinggalkan ketika ayahku meninggal. Sejujurnya dia tidak suka aku berada di tempat itu. Bukan karena perusahaannya, tapi karena jarak yang memisahkan kami dan mengharuskanku tinggal berjauhan dengannya. Tapi syukurlah, kini aku bekerja di perusahaan baru, milik salah satu NGO hukum ter”berani” di bidangnya, dan aku bangga.

4. Blog ku tak terurus
Tidak bisa dibohongi, mood ini hilang dan belum ku temukan kembali. Hal nomor 2, 3, dan 1, pastinya mempengaruhiku. Sampai ada temanku yang bertanya “kenapa terus dibayarkan domain .com nya? Sayang uangnya kalau hanya untuk bayar domain dan blognya tidak terisi. Tidak ada pemasukan dari blog, tidak ada yang baca, tapi kamu malah mengeluarkan uang untuk bayar domain”. Ada betulnya sih apa yang dia bilang. Tapi blog ini aku buat untuk kenangan dari perjalananku saja. Pendapatan utamaku bukan dari blog ini, banyak rekan-rekanku yang tentunya ahli di bidang ini, tapi tidak denganku. Blog ini hanyalah curahan hatiku, coretan inspirasiku, dan rekam jejak yang aku simpan sampai nanti. Mengapa? Supaya anak cucu bahkan mungkin cicitku akan tahu siapakah aku. Setidaknya mereka bisa mengenangku melalui karya-karyaku yang tidak seberapa nilainya ini.

Hemmm 2019 sebentar lagi akan pergi. Biarlah kau bawa kenangan pahit yang terjadi di 2019 ini dan gantilah dengan cerita bahagia di 2020 dan tahun seterusnya nanti. Sampai bertemu di cerita di 2020 nanti 🙂

Berani Mengkhayal Itu Baik

Kalau biasanya kita dengar “berani kotor itu baik” kali ini yuk coba ubah kata “kotor” dengan “khayal”. Sama seperti berani kotor, berani berkhayal pun juga menjadi suatu risiko. Kenapa? Hati-hati jadi terobsesi, nanti malah jadi gak waras, hehe..

Saya selalu berpendapat, mimpilah setinggi-tingginya, supaya kalau jatuh ya jatuh di tengah. Kalau mimpinya hanya sampai tengah, kalau jatuh ya ke bawah, sakit. Tapi banyak juga yang gak setuju dengan pendapat saya ini.

Konsepnya sederhana. Kamu tahu anak kecil kan? Bagaimana mereka berprilaku? Mereka sering sekali melakukan sesuatu yang sebenarnya berbahaya. Tetapi anak kecil jarang menyadari bahaya itu, dan mereka nekat, hingga akhirnya berhasil.

Simpelnya lagi, waktu kecil kita pasti ingin bisa berjalan. Sehingga kita akan terus mencoba, mulai dari belajar duduk, merangkak, merembet, melangkah kecil, dan berlari. Lhoooo kok langsung berlari? Gak ngeh yaaa?
Iya, banyak anak kecil yang lebih senang berlari, ya meskipun hanya berlari-lari pelan, meskipun dia tau bahwa untuk berjalan saja masih sempoyongan.

Konsep itulah yang saya ingat. Anak kecil tidak tahu apa risikonya berlari. Yang dia tahu, ketika dia berlari, ternyata dia terjatuh, sakit, menangis, tapi gak kapok, dan hal itu dia lakukan berulang-ulang hingga dia bisa mengontrol dirinya sendiri untuk berjalan. Sambil berlari-lari kecil, dia akan mengontrol emosinya, hingga akhirnya pandai berjalan.

Bagaimana dengan berkhayal?
Saya memang tidak ingat apa yang saya pikirkan ketika saya masih kecil dulu. Tapi jika saya prediksikan, mungkin dulu saya berkhayal untuk bisa berjalan seperti orang-orang yang ada di sekitar saya. Saya ingin berlari untuk menyamakan panjangnya langkah saya dengan orang-orang yang berada di sekitar saya. Jika dihubungkan dengan khayalan, itulah yang saya bilang baik. Jika saya tidak berkhayal untuk segera bisa berjalan, mungkin tidak akan saya lakukan.

Banyak orang yang berkata “jangan mengkhayal tinggi-tinggi, nanti kalau gak kesampean malah kecewa”. Bagi saya kecewa adalah bagian dari proses. Bagaimana kita tahu kalau itu “benar” kalau kita tidak tahu mana yang “salah”. Bagaimana kita tahu kalau itu “bagus” kalau kita tidak tahu mana yang “jelek”. Bagaimana kita tahu kalau itu “baik” kalau kita tidak tahu mana yang “buruk”. Iya kan?

Coba kamu lihat lagi latar belakang orang-orang hebat di Indonesia ini. 2 orang yang sangat inspiratif bagi saya adalah Bapak B. J. Habibie dan Bapak Bob Sadino. Saya sangat mengagumi beliau. Tahukah kamu bagaimana Pak Habibie tidak dianggap oleh orang-orang? Dan tahukah kamu sehebat apa Pak Habibi sekarang? Sosok yang menjadi orang kehormatan di luar negeri, bukan hanya negerinya sendiri. Kemudian tahukah kamu perjuangan dan kreatifitas Pak Bob Sadino? Hemm sebenernya sih enakan manggil om ya 🙂 Dimulai dari menjual telur yang akhirnya di kreasikan dengan bunga, hingga akhirnya bisa menjadi tokoh pengusaha inspiratif di Indonesia. Mau seperti mereka? Cobalah berkhayal!

Yang harus diingat adalah, khayalan harus disesuaikan dengan usaha. Jangan lupa juga, kuatkanlah mental. Untuk mewujudkan khayalan, hukum alam pun berlaku, hukum roda pun berlaku. Khayalanmu akan membawamu ke beragam proses. Kamu akan ada di atas, jatuh ke bawah, diam di tengah, bocor, ditambal, hingga kembali lagi ke atas, dan begitulah berulang-ulang. Ketika sudah di atas apakah kamu bisa tenang? Tidak! Khayalkan kembali cara berikutnya untuk kamu bisa terus ada di atas.

Meluruskan lagi ya, Manteman. “Atas” yang kamu pikirkan, belum tentu sama dengan “atas” yang orang lain pikirkan. Begitu juga dengan “bawah atau jatuh” yang kamu pikirkan, belum tentu sama dengan “bawah atau jatuh” yang orang lain pikirkan.

Jadi mulai sekarang, yuk coba rangkai mimpi kamu setinggi mungkin. Tapi ingat, siapkan juga mentalmu sebaik mungkin. Gunanya untuk menghadapi proses kegagalan yang akan terjadi.

Btw, sebenarnya tulisan ini sudah 3 hari yang lalu ready tayang. Cuma masih ragu karena menurut saya kurang “dalam” lagi. Tapi ada kabar duka, tokoh inspiratif bagi saya, berpulang ke sisi Tuhan, iya, Pak B. J. Habibie. Selamat jalan, Pak, jasamu akan selalu ku kenang..

7 Cara Meruntuhkan Mitos Gunung Arjuno – Welirang

Meruntuhkan mitos itu, sesekali perlu. Ya, perjalanan kali ini diiringi dengan rasa takut yang mendalam. Saya penyuka warna kuning, namun entah mengapa peralatan mendaki saya dominan berwarna merah, dan kali ini saya tidak boleh menggunakannya. Kata siapa? Kata mitos yang beredar di masyarakat.

Gunung Arjuno, yang katanya menjadi tempat petapaan Dewa Arjuna yang sangat gagah dan maha dahsyat, membuat gunung ini memiliki banyak nilai sejarah dan juga petilasan yang hingga saat ini masih rutin dikunjungi. Terdapat beberapa jalur pendakian memang, dan kali ini saya dan tim memilih untuk melewati jalur Tretes, yang tidak terlalu banyak terdapat petilasan.

Dari sebelum perjalanan, saya sangat memerhatikan warna yang akan digunakan oleh tim nantinya. Walaupun malah jadi bahan ledekan oleh teman-teman di tim, saya tetap waspada dengan pengunaan warna merah dominan. Akhirnya saya pun kecolongan, satu rekan saya menggunakan tas berwarna merah orange. Dag dig dug sempat menghantui, “petaka apa yang akan menimpa rekanku ini nanti ya?”, pikirku.

Masih dalam perjalanan, rasa khawatir semakin besar, karena tiba-tiba saya kedatangan tamu bulanan. Oh my God! Menurut ulasan yang saya baca, perempuan yang melakukan pendakian dalam kondisi haid tidak diperkenankan melakukan pendakian. Meskipun ada juga yang bilang kalau boleh saja nanjak tapi tidak boleh sampai puncak. Hemmmm rasanya saya ingin segera pulang untuk meredakan rasa khawatir ini. Tapi mau bagaimana lagi, “kali ini, petaka apa yang akan menimpaku?” pikirku lagi.

Gak berhenti sampai di situ. Kami berangkat dari Jakarta dengan jumlah 9 orang, dan menyusul rekan kami dari Surabaya 3 orang. Totalnya kami beranggotakan 12 orang. Saat menuju Lembah Lengkehan, satu rekan saya cidera kaki, dan memutuskan untuk tidak ikut muncak besok paginya. Ditengah cahaya matahari yang cemerlang, timbul lagi rasa khawatir yang amat mendalam. Ya, mitos ketiga adalah tidak boleh melakukan pendakian dengan jumlah ganjil. Coba dihitung! 9 orang dari Jakarta ditambah 3 orang dari Surabaya, dikurangi 1 orang tidak ikut muncak, berarti anggota kami ganjil! “Hahh tamat sudah riwayat kami!” pikirku kembali pasrah.

Sepanjang perjalanan aku menantikan mana dia si gagah Lali Jiwo yang katanya angker? Ya, hutan ini terkenal dengan kemistisannya yang dapat membuat orang lupa diri. Namanya saja lali=lupa dan jiwo=jiwa. “Jadi, setan dalam bentuk apa lagi yang akan aku lihat kali ini?” pikirku lagi. Oh Tuhan..

Meskipun rasa takut seperti memelukku erat, aku yakin Tuhan menyayangiku dan teman-temanku. “Dia pasti akan melindungi kami yang hanya ingin menikmati keindahan alam yang sudah diciptakan-Nya untuk kami” pikirku menenangkan diri. Lagipula jika ini adalah pendakian terakhir kami, yasudahlah.. Toh memang ada jokes yang bilang “kenapa suka naik gunung? Karena semakin mendekatkan diri kepada pencipta” hahaha.

“Cha, ini lho yang namanya hutan Lali Jiwo” kata temanku, sebut saja dia Om Susan.

Ohhhhhemmmmjiiii!! Ini hutan keren banget! Kemiringan tanah terstruktur dengan baik, pohon pinus pun ikut berbaris dengan rapi, kicauan burung merdu sekali, dan cahaya matahari pun menyorot dengan porsi yang pas dan tidak berlebihan, tidak menyengat, namun tidak juga menggelap. Semuanya dalam komposisi yang selaras. Tetiba saya teringat dengan artikel lain yang juga pernah saya baca, bahwa dahulu kala, sejak zaman penjajahan Belanda, hutan ini adalah hutan favorit para menir karena keindahannya. Dan kali ini saya membuktikan bahwa hutan ini keren banget! “Pantesan aja wong Londo demen di sini, gw aja takjub” pikirku lagi.

Timbul pertanyaan, mengapa hutan ini ditakuti dan bisa bikin orang lupa diri? Jawaban konyolnya adalah yaiyalah lupa diri, indah banget gini, sambil jalan lihat kanan kiri doang, lama-lama gak tau lewat mana, nyasar, ilang, mati deh.

Perjalanan menuju puncak gunung Arjuno pun berjalan dengan baik, hingga akhirnya kami kembali menuju Lembah Lengkehan, tempat kami mendirikan tenda. Kali ini sedikit uji nyali, tim kami berpencar. 5 orang pergi mencari air, 4 orang berjalan dengan santai, dan saya berdua dengan rekan tim, sebut saja dia Kak Ferdia, memutuskan untuk jalan lebih dulu, untuk memastikan rekan saya yang sakit dalam kondisi baik-baik saja.

Kali itu, matahari mulai tertutup pohon pinus tinggi di hutan Lali Jiwo. Ya, saya harus kembali melewati hutan ini untuk mencapai tenda kami. Udara sangat dingin dan persediaan air yang kami bawa tinggal 1 botol 600 ml saja. Sempat beberapa kali saya salah menapaki jalur, dan diingatkan oleh Kak Ferdia. Indahnya luar biasa memang, membuat saya enggan berpaling untuk menatap barisan pohon-pohon pinus itu. Meskipun sudah dibuatkan jalur untuk perjalanan, rimbunnya dedaunan yang ada di hutan ini sesekali penutupi jalur. Jadi ketika melewati hutan ini kita harus jeli memerhatikan ikatan kain ataupun bendera yang telah dibuat sebagai penunjuk arah.

Tibalah kami di Lembah Lengkehan. “Yeaaayyy sampeeee!” teriakku, dan malu rasanya ternyata banyak orang di sana saat itu yang mendengar dan memalingkan muka ke arah saya. Seperti jadi sorotan, “anjir malu aing” dalam hati. Seketika saya langsung memastikan rekan saya yang cidera dalam kondisi baik-baik saja, dan iya, dia baik-baik saja, bahkan sangat baik kondisinya. Eitsss kami gak egois lhoo, rekan saya ini tidak sendirian, dia ditemani oleh rekan kami 2 orang lagi yang datang dari Surabaya, menyusul, dan memang ingin di lembah Lengkehan saja. Jadi, no egois egois club ya 🙂

Perjalanan kami kembali ke rumah masing-masing pun berlangsung dengan baik, sesuai jadwal, dan sesuai dengan harapan.

Udah ceritanya gitu aja? Haha iyaaaa..

Ehhh enggak deh, tapi boong 😛

Ada beberapa poin penting yang saya dapat dalam perjalanan kali ini.

Pertama, larangan warna kita hormati saja. Namun tidak menjadi penghalang kita untuk melakukan sesuatu. Buktinya rekan saya yang menggunakan tas berwarna merah orange, tetap selamat dan tanpa kekurangan sesuatu apapun hingga tiba di rumahnya.

Kedua, pastikan setiap perjalanan kita dalam kondisi baik, terutama jasmani. Meskipun sedang mensturasi, tapi pastikanlah kalau kondisi kita fit. Mungkin larangan tidak boleh mendaki ketika haid ada beberapa sebab. Misal, ada lho tipe perempuan yang kalau lagi “dapet” tuh sampe mules nangis-nangis nungging-nungging drama gak karuan, saking sakitnya, nah mungkin yang tipe begini yang dimaksud. Atau tipe yang membuang pembalut sembarangan, karena selain mengotori gunung, aroma darah dari pembalut akan mengundang binatang untuk datang, terutama binatang buas. Kalau urusan mengundang mahkluk halus, bukan kapasitas saya yang bicara, hehe.

Ketiga, mendaki ganjil bukanlah masalah besar. Mungkin saja yang ditakutkan adalah ketika jumlahnya ganjil, misal berlima, 4 orang berada di dalam 1 tenda, dan 1 orang sendirian di satu tenda. Itu akan menyebabkan udara di dalam tenda yang sendirian akan sangat dingin, dan berpotensi menimbulkan kedinginan hingga hipotermia.

Keempat, selalu ingat dengan tujuan utama. Jangan terlalu takjub dengan pemandangan sekitar yang akan menghilangkan fokus utama kita. Seperti saat ada di hutan Lali Jiwo misalnya. Keindahan hutan ini membuat kita tidak ingin memalingkan pandangan sedikitpun. Nah saat itulah kita melawan egoisnya diri kita sendiri.

Kelima, percaya dengan teman. Kenapa? Karena ketika kita takut, resah, panik, khawatir, atau apalah itu, teman pasti akan menyemangati kita. Dengan hanya kata “dikit lagi sampe kok” ya percaya saja meskipun kenyataannya masih jauh, haha. Atau juga dengan kata “ahh gakpapa, itu hanya mitos” percayai juga saja. Anggap saja dia ingin kamu selalu berpikiran positif.

Keenam, hindari meruntut masalah. Misalnya, karena menggunakan merah, jadi sial, ditambah lagi yang mendaki ganjil, pasti makin sial, ehh lagi “dapet” juga, makin sial banget deh ini. Tidak seperti itu, Ferguso! Haha. Semakin kamu berpikiran yang tidak-tidak, maka pikiran itu akan semakin menghantui kamu.

Ketujuh, selalu berpikiran positif. Ini poin paling penting. Semua mitos yang saya baca sebelum mendaki di Arjuno akhirnya saya patahkan dengan pengalaman saya sendiri. Kala itu, meskipun rasa khawatir saya teramat besar, sepanjang jalan saya selalu berdoa dan berpikiran positif. Dalam hati saya berkata kalau saya tidak ingin merusak alam, saya hanya ingin menikmati keindahan alam yang sudah Tuhan siapkan untuk saya, saya tidak bermaksud macam-macam, saya tidak ingin berbuat jahat, dan saya sangat mencintai perjalanan saya. Alhasil, pikiran positif kita akan sangat mempengaruhi tingkah, emosi, jiwa dan raga kita sendiri, dan kami pun dapat kembali ke rumah kami masing-masing dengan selamat.

Wahh gak terasa, kalau di microsoft word, tulisan ini sudah 3 halaman lho. Kata orang, kalau cerita di blog jangan panjang-panjang, nanti yang baca jadi malas baca. Haduhh maafkan akuuuu, semoga saja gak bosen baca ulasan ini ya, Manteman 🙂

Ehh ketinggalan satu lagi, hehe. Kenapa suka lupa jiwa di hutan Lali Jiwo?

Kata rekan saya, di hutan tersebut ada jamur yang berwarna orange. Jika kita menghirup atau memakan jamur tersebut, maka kita akan berhalusinasi. Seperti jamur yang ada di kotoran sapi. Penjelasan ilmiah inilah yang menjadi salah satu penyebab saya untuk selalu berpikiran positif.

Jadi, yuk selalu berpikiran positif 🙂 Terima kasih sudah membaca tulisan ini..

 

Thanks to: Bang Aciel, Bang Jek, Bang Ncay, Kak Ferdia, Tyo, Mas Candra, Cak Andy, Bang Irwan, Om Susan, Wati, Widi, Mas Ari, dan Mas Gondrong.