
Aku terpaku melihat seorang ibu separuh baya duduk di pojok ruangan sambil menatap sarapan dan obatnya pagi ini.
Ya, aku beruntung dapat hadir di acara Workshop #SahabatJKN #LawanTB yang menggerakan sosialisasi mengenai TB. Tuberkulosis atau lebih dikenal dengan TBC adalah sebuah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman, dan bukan penyakit warisan dari orang tua. Umumnya penyakit ini menyerang paru-paru, namun sebenarnya virus ini pun dapat menyerang seluruh organ tubuh lain. Hanya ada 3 bagian tubuh yang tak dapat diserang virus ini, yaitu rambut, gigi, dan kuku.
Dalam acara tersebut aku berkesempatan mengunjungi salah satu rumah sakit untuk berinteraksi dengan para pasien. Tibalah aku bersama teman-teman yang lain ke dalam satu ruangan yang di desain seperti taman. Terlihat bagus dan rapi, namun ruangan ini tak seindah keliahatannya. Dalam tempat ini berkumpul para pasien MDR-TB yang sedang bengong menyantap sarapannya sambil sesekali minum obat. Aku pun baru mendengar kata MDR-TB.
Multi Drugs Resistants – Tuberkulosis (MDR-TB) adalah penyakit TB yang disebabkan karena kuman yang sudah kebal dengan obat. Kebal obat disini adalah kuman yang tidak mempan dibasmi dengan obat biasa. Biasanya penderita penyakit ini awalnya mengidap TB terlebih dulu, kemudian karena faktor pengobatan maupun pola hidup yang kurang baik, atau tertular pasien TB MDR lainnya akan menyebabkan virus ini semakin parah dan berkembang menjadi MDR. Gejala penyakit ini sama seperti TB biasa, namun bedanya kuman telah kebal terhadap obat yang biasa penderita konsumsi. Kita harus hati-hati bila mengalami batuk berdahak lebih dari 2 minggu yang disertai demam, batuk darah, nyeri dada, berkeringat di malam hari padahal tak melakukan aktifitas apapun, hingga napsu makan dan berat badan yang berkurang.
Di ruangan tersebut terlihat banyak pasien, dan aku tertarik pada seorang wanita separuh baya yang duduk di pojok ruangan itu. Aku duduk di belakangnya bermaksud untuk bercengkrama. Tapi sesekali aku ragu menegurnya, kupandang beliau terengah-engah menghela napasnya sambil sesekali mengunyah. Kuamati ia sejenak hingga aku berani menegurnya.
“Permisi, Ibu.. lagi minum obat ya?” ucapku sebagai pembukaan pembicaraan.
“Iya, Neng. Pelan-pelan ibu mah minumnya” jelasnya.
“Ohh gitu, Bu.. Berapa minum obatnya, Bu?”
“12, Neng” jelasnya.
Memang kedengarannya banyak, tapi begitulah. Banyaknya obat untuk MDR-TB itu tergantung dari berat badan si pasien. Bahkan ada pasien yang menelan hingga 20 butir perhari.
“Ibu setiap hari kesini, Bu?” lanjutku kepada Ibu di pojok ruangan itu.
“Iya, Neng. Tiap hari ibu mah kesini buat minum obat” jelasnya.
“Loh emang gak bisa minum dirumah bu? Tanyaku makin kepo sih, hehe. Ngapain untuk minum obat saja harus datang ke Rumah Sakit, toh dirumah pun bisa.
“Gak boleh, Neng. Harus disini (Rumah Sakit) minumnya. Pan obatnya gak dibawa pulang neng. Ambil disini tiap hari, atuh minumnya juga dijagain sama PMO” jawab ibu tersebut.
“Ahh gak boleh dibawa pulang, Bu? Berarti semua pasien (MDR-TB) harus kesini tiap hari gitu bu?”
“Iya neng, semuanya harus kesini, di ruang ini minumnya, diliatin PMO, minumnya juga sambil makan, Neng. Lama minum obatnya, orang obatnya aja segede gini” jawabnya sambil menunjukkan besarnya obat kepadaku.
“Yaampun gede banget obatnya, Bu..” aku pun terheran-heran melihat ukuran obat tersebut yang menurutku besar sekali.
Yaa, tiap pasien memang tidak dibekali obat untuk dibawa pulang ke rumah. Mereka wajib hadir ke Rumah Sakit untuk sekedar minum obat dan diawasi oleh pengawas khusus yang disebut PMO. Pengawas Minum Obat (PMO) bertugas untuk benar-benar mengawasi para pasien untuk meminum seluruh obat yang diberikan. Obat ini hanya 1 kali minum dalam sehari, biasanya di pagi hari sambil menghabiskan sarapan. Para pasien pun terkadang diajak berinteraksi agar tak terasa beban meminum obat yang sangat banyak itu. Keluarga tak diperkenankan untuk mengawasi keluarganya yang menderita penyakit ini, tentu ada rasa iba dari keluarga yang diduga akan mempersilahkan pasien untuk tak menghabiskan obat itu.
“Ibu kalo minum obat berapa lama, Bu? Tanyaku kembali.
“Setengah jam ampir sejam, Neng. Tapi ibu kan punya gula (diabetes), jadi ibu di insulin dulu pagi-pagi 4 kali, abis itu baru makan sambil minum obat. Awalnya mah ibu disuntik dulu 6 bulan, abis itu baru minum obat”.
“ohh gitu bu, trus kalo abis minum obat apa yang dirasa, Bu?”
“Duh ini badan ibu ngilu, Neng. Suka pusing, muntah, ini kupingnya pengeng (berdengung), kadang kaya ada yang manggil-manggil (halusinasi), trus kadang mencret, Neng”.
“Kalo gitu (efek samping) sampe berapa lama tuh bu?”
“Lama, Neng. Bisa sampe sore. Kadang ibu teh kalo abis minum obat sih biasa aja, tapi nanti kalo jam 11an baru kumat, ilang lagi sakitnya kalo sore, Neng. Yaa jam 3an deh baru normal lagi badannya, Neng.
Yaa, pengobatan MDR-TB memang cukup rumit, karena terbagi menjadi 2 tahap. Tahap pertama si pasien harus disuntik 1 kali sehari dan diberi obat selama 6 bulan. Kemudian tahap kedua adalah pemberian obat tanpa suntik sampai pasien dinyatakan sembuh. Biasanya pengobatan ini terjadi selama 18 hingga 20 bulan. Dibutuhkan Pengawas Minum Obat (PMO) yang bertugas untuk mengawasi pasien selama minum obat minum obat.
Penyakit ini memang menyiksa menurutku, bagaimana tidak, sudah obatnya besar, banyak pula. Ditambah lagi efek samping lain yang ditimbulkan adalah rasa kesemutan sampai terbakar pada kaki, dan juga warna kemerahan pada urine. Saking kerasnya obat dan dukungan keluarga serta lingkungan yang kurang baik, bisa menjadikan si pasien depresi. Selain depresi ada juga loh yang hingga bunuh diri.
Sekilas saya mendengar pasien lain bercerita, dia pernah mengalami halusinasi seperti dipanggil orang. Dia seperti mendengar seseorang memanggil “sini.. sini..” dan mengikuti sumber suara itu. Saat ia sadari posisinya ada dipinggir jurang. Dia pun tersadar akibat ada orang lain yang melihatnya dan menganggap dia mau bunuh diri. Padahal ia hanya mengikuti sumber suara yang memanggilnya.
Ada juga pasien yang bercerita bahwa ia ditinggal oleh suaminya lantaran penyakit TB yang menyebabkan ia tak boleh mengandung. Sampai pada suatu saat ia mengandung dan kandungannya lemah, hingga mengharuskan ia merelakan calon anaknya pergi menghadap sang Kuasa. Suami pun bosan dan pergi meninggalkannya. Dari situ dia semakin bertekad untuk sembuh dan semangat hidupnya pun menjadi semakin besar. Hingga ia mampu melawan penyakit itu dan sembuh total. Namanya juga masih cinta, si suami mengajaknya rujuk lagi, namun ia menolak dan bertekad untuk menggugat suaminya ke meja hijau.
Pasangan, keluarga, hingga orang sekitar lingkungan yang menjauhi pasien pasti bermaksud agar tidak tertular penyakit tersebut. Namun sebenarnya ini bukalah cara yang baik, karena sebenarnya TB tidak akan tertular hanya dengan bersosialisasi. Ya memang, pasien harus memperhatikan tingkah lakunya agar tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain. TB tidak akan tertular bila si pasien menutup mulut dan hidung dengan sapu tangan atau tisu saat batuk dan bersin, dan membuang tisu pada tempatnya. Pasien pun tak boleh membuang dahak sembarangan agar virus yang ada tak menyebar luas dan menempel di orang sekitarnya. Hal lain yang wajib dilakukan pasien adalah mencuci tangan dengan baik dan dikeringkan. Cuci tangan dapat membunuh kuman yang ada di tangan, mungkin saja saat bersin atau batuk ada sedikit kuman TB yang menempel, sehingga cara ini adalah cara yang paling mudah dilakukan agar kuman tersebut hilang dari tangan. Nah yang paling penting, bagi penderita TB harus sadar menggunakan masker penutup mulut dan hidung saat berinteraksi dengan orang lain. Apabila si pasien sudah melakukan hal diatas, tentu kita yang berada di sekitar pasien tak usah lagi takut ketularan.
Sesungguhnya penderita TB bukanlah orang yang harus ditakuti hingga dijauhi. Mereka pun butuh semangat hidup dari para teman-teman disekitar dan keluarganya. Sebagai manusia hendaknya menjaga pola hidup yang sehat hingga tak mudah terserang penyakit. Gaya hidup sehat yang paling awal harus dilakukan adalah dengan pola konsumsi yang baik. Daya tahan tubuh dapat meningkat dengan pola makan makanan bergizi seperti makanan 4 sehat 5 sempurna. Ini memang terdengan cukup klasik, karena memang dari masih kecil semboyan itu sudah sering kita dengar. Ini pun harus dilakukan oleh penderita TB agar imun tubuh semakin meningkat.
Bagi penderita TB, menjemur alas tidur agar tidak lembab pun harus rutin dilakukan. Kuman suka dengan tempat yang lembab, dan biasanya kuman akan mati dengan pancaran sinar matahari. Semakin lembab tempat virus berada, maka virus akan semakin kuat, dan bisa aja penderita semakin sakit parah. Pasien pun harus memiliki ruangan dengan ventilasi yang luas. Membuka jendela rumah atau kamar baik dilakukan, agar sinar matahari mampu masuk ke dalam ruangan. Selain itu, udara segarpun dapat mengisi ruangan. Beda lagi dengan ruangan yang tak terpancarkan sinar matahari atau tak bagus sirkulasi udaranya. Udara kotor akan berputar-putar di ruangan dan tidak berganti dengan udara yang bersih. Lagi-lagi tak adanya pancaran sinar matahari tak mampu membunuh kuman-kuman nakal penyebab TB.
Kemudian cara lain untuk mencegah atau mengobati TB adalah olahraga teratur dan tidak merorok. Olahraga dapat memperbaharui saraf-saraf otot dan dapat memperlancar peredaran darah. Selain itu dapat juga meremajakan sel-sel tubuh sehingga kuman TB dapat terkalahkan, atau setidaknya tertahan dan tidak berkembang. Sedangkan merokok sudah pasti dapat memperburuk keadaan. Kandungan nikotin dan asapnya dapat meracuni tubuh dan paru, bahkan dapat menjadi media yang baik bagi si kuman. Bukannya TB sembuh, malah semakin menjadi nantinya.
Bagiku, selagi masih bisa mencegah TB terjadi pada kita, kita harus benar-benar menjaga pola hidup dengan baik. Kemudian sebagai orang yang sehat, tak perlu lagi khawatir tertular TB, dan tak perlu menjauhi orang disekitar kita yang menderitanya. Karena dukungan dari kita dapat meberikan semangat hidup baginya. Sesungguhnya betapa berarti dukungan kita bagi mereka penderita TB. Satu senyuman kita mampu memberikan rasa semangat pada mereka.
Terima kasih kepada TBIndonesia, Kemenkes terutama eyang Anjari, JKN #SahabatJKN #LawanTB, karena telah memberikan kesempatan buatku untuk tahu lebih banyak mengenai TB. Terima kasih pula untuk mas Anggara, Hukumpedia, dan Hukumonline, yang mengizinkan dan mendukungku untuk turut hadir dalam acara tersebut. Dari workshop ini aku banyak belajar mengenai TB dan tentunya belajar mengenai rasa berbagi yang indah. Mengapa tidak? Dari acara ini aku belajar bagaimana menghargai tubuh dengan baik, dan bagaimana menghargai orang lain agar lebih baik.